Radar Jakarta – Wakil Ketua Komite I Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Muhdi mendesak pemerintah tidak menunda pengangkatan CPNS dan PPPK. “Penundaan pengangkatan ASN, PPPK khususnya, walaupun diumumkan dengan penyesuaian adalah pengingkaran atas komitmen kebijakan pemerintah sendiri dan UU ASN yang menegaskan tahun 2024 adalah batas akhir non-ASN bekerja di instansi pemerintah,” kata dia saat dikonfirmasi dari Semarang pada Senin, 10 Maret 2025.
Dia mengatakan berbagai alasan yang disampaikan sulit dipahami, kecuali alasan efisiensi sehingga kesulitan menyediakan anggaran. Sebab, kata dia, pengangkatan sebagian CPNS dan PPPK paruh waktu saja sudah membuat kecewa, apalagi ditambah pengangkatannya ditunda. “Apalagi yang usianya mendekati BUP (Batas Usia Pensiun). Bahkan, banyak yang usianya tinggal dua tahun dari BUP sehingga dengan ditundanya pengangkatan menjadi Maret 2026, tinggal satu tahun masa kerjanya,” kata Anggota DPD dari Jawa Tengah itu.
Muhdi mengatakan tidak dapat mengerti penundaan itu karena Komite I DPD baru saja menggelar rapat kerja dengan Kepala BKN yang dihadiri kepala, wakil kepala, dan jajaran pimpinan BKN pada 24 Februari 2025. Pada rapat kerja itu, kata dia, Kepala BKN melaporkan pengangkatan CPNS akan berjalan sesuai rencana.
Bahkan, untuk peserta tahap I dari 676.482 CASN PPPK penuh waktu dan sebanyak 671.667 orang sudah mengisi daftar riwayat hidup (DRH), sedangkan seleksi tahap II untuk formasi ASN PPPK yang tersisa formasi 329.671 sudah masuk masa sanggah dan dijadwalkan Mei 2025 pengumuman, kemudian Juni 2025 pengisian DRH. Namun, 10 hari berikutnya, diumumkan penundaan dengan berbagai alasan.
“Sulit dipercaya, dan kalau bukan atas kebijakan presiden atau sepengetahuannya, apalagi kalau tidak sepengetahuan Presiden, atau apa pun kenyataannya, maka kami mendesak agar Bapak Presiden Prabowo mencabut kebijakan penundaan atau penyesuaian pengangkatan ASN PPPK dan CPNS dengan mengembalikan pada kebijakan awal,” kata Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Jawa Tengah itu.
Kalaupun menunda, kata dia, cukup 1-2 bulan dan seandainya surat keputusan (SK) pengangkatan mau disamakan dengan tahap II untuk CASN PPPK, maka paling lambat Agustus 2025 sebagai hadiah Hari Ulang Tahun (HUT) RI.
Dia mendapat aspirasi dan tangisan dari CASN Dapil Jateng dan semua daerah di Indonesia yang terpukul dengan keputusan pemerintah atas penundaan di tengah sebagian besar sedang menjalani ibadah puasa Ramadan menyongsong Idul Fitri, dengan sedikit senyum bahagia menanti SK sebagai ASN yang seharusnya segera diterima. “Karena itu, pengangkatan CASN PPPK dan PNS mesti segera dilakukan, dan kalau masih butuh penyesuaian bukan tahun depan untuk PPPK dan Oktober untuk PNS,” katanya.
Jika penundaan tetap dilakukan, kata dia, tidak saja semakin memperpanjang penderitaan CASN, khususnya PPPK dari non-ASN yang sudah lama menderita bekerja dengan honor sekadarnya dan status tidak pasti, tetapi juga menyakiti dan memukul secara psikologis, yang bagi CASN guru di tengah siswanya mulai menikmati program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi II DPR Zulfikar Arse Sadikin mengatakan pengangkatan CPNS maupun PPPK tidak harus dilakukan secara serentak. Menurut dia, pengangkatan bisa dilakukan secara bertahap, khususnya untuk daerah atau instansi yang sudah siap. “Kalau memang yang sekarang prosesnya telah berjalan dan sudah hampir selesai, ya lakukan aja pengangkatan,” kata dia ditemui di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin.
Zulfikar menilai keputusan pemerintah menunda jadwal pengangkatan CPNS dan PPPK itu merupakan hasil dari kesalahpahaman dengan Komisi II DPR saat rapat pada 5 Maret lalu. “Beda pemahaman (bukan serentak). Batas akhirnya Oktober untuk CPNS dan Maret 2026 PPPK,” ucapnya.
Politikus Partai Golkar ini berharap agar Kementerian PANRB dan BKN mau mempertimbangkan pengangkatan secara bertahap tersebut. Sebab, menurut dia, kepastian pengangkatan itu bisa memberikan ketenangan bagi masyarakat yang lolos seleksi. “Kalau mereka dapat kepastian, bekerjanya juga semangat,” ucap Zulfikar.
(tempo/rmc)